MAKALAH ANALISIS FISIKOKIMIA
“ TITRASI ARGENTOMETRI ”
DI SUSUN OLEH :
AEP SAEPUDIN
D1A140881
LABORATURIUM KIMIA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan saya berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas
hidup yang saya jalani akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam
dunia ini maupun kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta
harapan yang ingin saya capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya
ucapkan kepada dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik
bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan.
Saya menyadari di dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangannya baik dari
segi tata bahasa maupun dalam hal yang pengkonsolidasian
kepada dosen serta teman-teman sekalian,
untuk itu besar harapan saya jika ada
kritik maupun saran dari dosen maupun teman-teman sekalian yang membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah-makalah saya.
Harapan yang paling besar dari
penyusunan makalah ini ialah mudah-mudahan apa yang saya susun memberikan
manfaat baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil
atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini (argentometri)
sebagai tambahan dalam referensi yang telah ada.
Bandung, 10 November
2015
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Titrasi pengendapan merupakan
titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut
antara titran dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis
ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan
titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan
yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida
( Cl-, I-, Br- ) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut
sebagai argentometri, yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida
dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3.
Dasar titrasi argentometri adalah
pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Sebagai
contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion
Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl-dari analit membentuk garam
yang tidak mudah larut.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan titrasi
argentometri ?
2. Apa saja metode yang ada dalam
titrasi argentometri ?
3. Apa saja kelebihan dan
kekurangan titrasi argentometri ?
4. Apa
saja faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan ?
5. Bagaimana
pembentukan Endapan Berwarna ?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan ?
7. Mengetahui Contoh penelitiandari Titrasi Argentometri.
Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami titrasi argentometri
berdasarkan metode yang ada
2. Mampu mengetahui kelebihan dan kekurangan titrasi
argentometri
3. Mampu mengetahui faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pengendapan
4. Mampu mengetahui pembentukan Endapan Berwarna
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Argentometri berasal dari bahasa latin Argentum,
yang berarti perak. Argentometri adalah titrasi pengendapan sample yang
dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan
dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-), atau untuk lebih jelas yang
di maksud pada titrasi argentometri yaitu suatu analisa volumetri yang
didasarkan pada reaksi pengendapan dengan AgNO3 sebagai larutan standar.
Penentuan khlor, brom dapat dilakukan dengan mentitrasi halogenida tersebut
dengan AgNO3 dengan menggunakan indikator kalium khromat, ion khromat akan
bereaksi dengan ion perak bila seluruh Cl telah diendapkan secara kuantitatif
oleh ion Ag sehingga titik akhir titrasi
ditandainya dengan terbentuknya endapan merah dari Ag2CrO4. Titrasi pengendapan
adalah golongan titrasi dimana hasil tirasinya merupakan endapan atau garam
yang sukar larut.Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai
kesetimbangan dan untuk mendapatkan hasil pada titik akhir titrasi maka perlu
di tambahkan indikator. Titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan hampir tak
sebanyak titrasi yang melibatkan reaksi asam basa dalam analisis titrimetri.
Presipitimetri adalah cara titrasi dimana terjadi endapan.
Contoh : AgNO3+ NaCl → AgCl + NaNO3
Ada 3 macam metode
argentometri:
2.1.1 Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Titrasi ini ditandai dengan terbentuknya andapan berwarna dan titrasi
berlangsung dengan AgNO3. Kegunaan metoda ini untuk menentukan
konsentrasi klorida yang tidak bisa digunakan untuk menentukan konsentrasi
iodida dan tiosianat. Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar
klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan
penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara
ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis (basa), pH
6,5 - 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan
dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7 2-
+ H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔
Ag2O + H2O
Kelemahan Titrasi Mohr :
Kemungkinan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap
sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi jadi
tidak tajam. Sebagai solusi dilakukan pengadukan secara cepat.
Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak
alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat.
Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka
ion kromat akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang
berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu
larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:
NaCl + AgNO₃ --> AgCl (endapan) + NaNO₃
2AgNO₃ + K₂CrO₄ (endapan) + 2KNO₃
Titik akhir titrasi terjadi
perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau
sedikit alkalis karena:
1. Dalam
suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut
karena terbentuk perak dikromat (Ag₂Cr₂O₇)
2. Dalam
suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk endapan
perak hidroksida
AgNO₃ + NaOH --> AgOH (endapan) + NaNO₃
Gangguan
pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:
1. Ion yang
akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
2. Ion yang
membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya:
CNˉ, NH₃ diatas Ph 7
3. Ion yang
membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺
4. Kation yang
mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺
Hal yang
harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak
nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).
2.1.2 Model Volhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia
dari Jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih
ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-).
Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar garam tiosianat
(KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Sampai titik ekivalen,
terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih. Kelebihan titran
menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato
ferrat (III) yang berwarna merah.
Metoda ini ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna dan didasarkan
pada pengendapan perak tiosianat dalam AgNO3 dengan menggunakan besi
(III). Berikut reasksi yang terjadi pada metoda Volhard :
Ag+ + SCN-
→ AgSCN
Fe3+ + SCN-
→ Fe(SCN)2+
Titrasi volhard dilakukan dalam suasana asam. Jika dalam suasana netral,
indikator akan terhidrolisa.
Fe3+ + OH-
→ Fe(OH)3
Fe3+ + H2O
→ Fe(OH)3 + H+
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl-, Br-,
dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator
yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk
menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan
standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar
KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana
kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna
merah darah dari FeSCN.
Kegunaan nya
untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl, Br, I).
Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan
standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS).
Indikator menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik akhir titrasinya
terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut,
berwarna merah.
Reaksinya:
Ag⁺ + NH₄CNS-->
AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺
Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ -->
Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺
2.1.3 Metode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr,
hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya
adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH
tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai.
Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada
titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan
primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3
menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion
Cl- akan berada pada lapisan sekunder.
Pembentukan Endapan Berwarna Seperti sistem asam, basa dapat digunakan
sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain
dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam
hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam
mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini
dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 . 10,0.
Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena H2CrO4-
hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam
kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4-
↔ 2H2CrO4
↔ Cr2O72-
+ 2H2O
Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan
pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3
sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan
garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat
membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCl + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut
dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri
terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2
] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak
dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan
akan larut menjadi ion komplek diamilum.
Syarat pH untuk titrasi fajans dengan indikator eosin yaitu : tidak terlalu
rendah, karena kebanyakan indikator adsorbsi bersifat asam lemah yang tidak
dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Tapi tidak semua indikator
seperti itu. Ada beberapa indikator adsorbsi ”kationik” yaitu bersifat basa
lemah sehinggga baik untuk dititrasi dalam suasana asam.
Contoh – contoh indikator Adsorbsi :
o Ortholoro
: Syarat larutan netral pH 0,02 M
o Eosin
: Syarat pH 2 – 8 dari pink ke merah
o Avorestein
: Syarat pH 7 – 8
o Lembayung metil : Syarat
larutan harus asam
2.2 Metode Titrasi Argentometri
Pada umumnya titrasi argentometri dapat dibedakan atas tiga metode
berdasarkan indicator yang dipakai dalam titrasi tersebut, yaitu:
2.2.1 Indikator kalium kromatografi K2CrO4
Titrasi argentometri dengan menggunakan indicator ini biasa disebut
sebagai argentoetri dengan metode
Mohr. Ini merupakan titrasi langsung titrant dengan menggunakan
larutan standar AgNO3. Titik akhir titrasi diamati dengan terbentuknya endapan
Ag2CrO4 yang brwarna kecoklatan.
1. Indikator
Fe3+
Titrasi argentometri dengan indicator ini disebut sebagai titrasi
argentometri dengan metode
volhard. Titrasi ini merupakan titrasi tidak langsung dimana larutan
standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih dan kelebihan ini dititrasi dengan
larutan standart SCN-.
Titrasi argentometri dengan indicator adsorbsi disebut sebagai titrasi
argentometri dengan menggunakan metode
Fajans. Indikator yang dipakai adalah indicator
adsorbsi Dimana indicator ini akan berubah warnanya jika teradsorbsi
pada permukaan endapan.
Selain menggunakan teknik diatas maka titrasi argentometri juga dapat
dilakukan dengan menggunakan indicator yang berupa indicator electrode. Plot
antara Esel dengan jumlah titran akan dapat diperoleh kurva
titrasi dengan grafik ini maka kita nantinya dapat menentukan titik
akhir titrasi
3. Indikator
Adsorbsi Pada Titrasi Argentometri
Pada titrasi
argentometri dengan metode Fajans,
Jika AgNO3 ditambahkan pada larutan NaCl yang mengandung flourescein maka titik
akhir titrasi akan diamati dengan perubahan warna dari kuning cerah ke merah
muda. Warna endapan yang terlihat akan tampak berwarna sedangkan larutannya
tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya indikator adsorbsi yang
teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan termodifikasi
saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi adsorbsi ini dapat
dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein.
Misalnya flouroscein dilambangkan sebagai Fl-. Pada saat larutan berada
pada kelebihan ion Cl- yaitu saat titrasi belum mencapai titik ekuivalen maka
indikator FL- tidak teradsorbsi pada permukaan endapan, hal ini disebabkan
permukaan endapan masih dikelilingi oleh ion Cl- sehingga antara endapan dan FL-
saling tolak-menolak
(AgCl)Cl- + FL- -> tidak ada adsorbsi
akan tetapi begitu terjadi titik ekuivalen maka dengan penambahan
sejumlah kecil ion Ag+ untuk mendapatkan titik akhir titrasi maka sekarang
dalam larutan terdapat kelebihan jumlah ion Ag+ sehingga pada permukaan endapan
sekarang terdapat ion Ag+ dengan demikian FL- akan teradsorbsi melalui gaya
elektrostatis pada permukaan endapan sehingga terjadilah perubahan warna
indikator.
(AgCl)Ag+ + FL- -> (AgCl)(AgFL) ada reaksi dan indikator
teradsorbsi
Semua indikator adsorbsi bersifat ionik sehingga dapat teradsorbsi pada
permukaan endapan. Indikator adsorbsi yang dipakai untuk titrasi sulfat dengan
ion barium dalam pelarut aseton biasa dipergunakan thorin atau alizarin.
Indikator adsorbsi memiliki keunggulan memiliki eror dalam penentuan
titik akhir titrasi yang kecil, dan perubahan warna pada saat teradsorbsi
umumnya dapat terlihat dengan jelas. Indikator adsorbsi baik dipergunakan untuk
titrasi penendapan dimana endapan yang dihasilkan memiliki luas permukaan yang
besar dengan demikian indikator dapat teradsorbsi dengan baik.
2.3 Kelebihan dan kekurangan titrasi argentometri
Titrasi
pengendapan adalah anilisis titrimetri berdasarkan proses terbentuknya endapan
antara reagen dengan analit dan reagen dengan indikator dengan warna yang
berbeda. Hal dasar yang diperlukan
dari titrasi pengendapan adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat
setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang
menggangu titrasi, tetapi ditambah dengan titik akhir titrasi yang mudah
diamati.
Adapun dalam titrasi
pengendapan terdapat kelebihan dan kekurangan yang signifikan, diantaranya :
-
Jumlah metode titrasi pengendapan tidak sebanyak titrasi asam-basa
ataupun titrasi reduksi-oksidasi (redoks).
-
Kesulitan dalam mencari indikator yang sesuai dalam titrasi pengendapan.
Komposisi
endapan pada titrasi pengendapan seringkali tidak diketahui pasti, terutama
jika terdapat efek kopresipitasi.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan
Keberhasilan proses pengendapan sangat dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor diantaranya
2.4.1 Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu,
jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang
disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2.4.2 Pemilihan pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan
dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut
organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap
pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki
kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
2.4.3 Efek ion-sekutu
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan
dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai
contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam
larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air,
Fe(OH)3 Fe3+ + 3OH-
NH4OH NH4+ + OH-
Hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH
sudah terdapat ion sejenis yaitu OH. Sehingga akan mengurangi
konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci
endapan dalam metode gravimetric
2.4.4 Evek aktifitas
Kelarutan AgCl dan BaSO4 dalam larutan KNO3
Terlihat bahwa dalam 0.010 M KNO3,
kelartan dari AgCl meningkat dari nilai dalam air sekitar 12 %, dan di dalam
BaSO4 sekitar 70 % .
Molaritas merupakan aktivitas yang terjadi dalam
larutan yang sangat encer, jika konsentrasi larutan makin pekat maka koefisien
aktivitas (f) menurun cepat, akibat gaya tarik lebih besar dari yang terjadi
antara ion yang berbeda muatan. Efektivitas ion-ion (pada kondisi setimbang)
juga menurun dan penambahan endapan harus dilakukan agar aktivitas kembali
kesemula.
2.4.5 Evek pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam
lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan
anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya
kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I-
membentuk HI.
AgI Ag+
+ I-
H3O+ H+ + H2O
2.4.6 Evek hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka
akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+. Dimana hal ini akan
menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan
meningkatkan kelarutan garam tersebut
2.4.7 Hidrolisis Metal
Ketika Sebuah Hidroksida Metal terurai dalam
air,disituasi ini anok dengan pembahasan efek hidrolisis, dimana pH dapat
berubah secara nyata.
2.4.8 Efek pembentukan kompleks
2.4.9 Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti
sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi
asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan
lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi
Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai
indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang
kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan
dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion
kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali.
Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat
terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4
- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O7
2- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat
akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk
mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada
umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam
titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses
argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya
digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua
jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+
sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian
yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai la rutan standar primer. Dalam titrasi
argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena
propes tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat
dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan
larut menjadi ion komplek diamilum.
2.5 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita akan memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter
yang penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks, dan
lain-lain .
Kelarutan
bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik
terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan
panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam
anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik
dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika
lanitan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun
endapan, sebab pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi
konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis
kuantitatif, ion sejenis ini
digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan.
Beberapa endapan bertambah
kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam
yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koefesien
aktivitas dari dua buah ion, semakin
besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam
dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah
dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis
sehingga menambah kelarutannya .
Kelarutan
garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan
kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk
kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis)
sampai melalui minuman. Kemudian bertambah
akibat adanya reaksi kompleksasi. Reaksi
yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika
reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi.
Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri,
titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung
sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan (KSP)
harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh
terjadi, demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini
disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi
diklasifikasi berdasarkan tipe
indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir.
2.6 Contoh Penelitian
Pada percobaan ini akan
dilakukan analisis senyawa turunan xanthin yakni theobromin yang selanjutnya
akan ditentukan kadarnya dengan menggunakan metode argentometri. Argentometri
merupakan suatu metode penentuan kadar dimana theobromin akan membentuk endapan
dengan larutan perak nitrat dalam suasana basa karena mempunyai atom hidrogen
yang dapat dilepaskan.
Analisis senyawa theobromin
ini dianggap penting khususnya bagi mahasiswa farmasi karena sebagaimana
diketahui senyawa turunan xanthin diketahui memiliki beberapa aktivitas
farmakologis diantaranya sebagai bronkodilator yaitu senyawa yang dapat
melebarkan bronkus yang biasa digunakan sebagai obat asma. Meskipun ada efek
samping seperti penekanan jantung dan sistem saraf pusat tetapi itulah
pentingnnya dilakukan analisis untuk melihat bagaimana kualitas mutu dari
sediaan yang dibuat.
Derivat xantin terdiri dari
kofein, theofilin dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan.
Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini digunakan sebagai minuman. Kofein
terdapat dalam kopi yang didapat dari biji Coffea arabica. Teh dari daun
Thea sinensis mengandung kofein dan teofilin. Cocoa yang didapat
dari biji Theobroma cacao mengandung kofein dan teobromin. Penelitian
membuktikan bahwa kofein berefek stimulasi. Inilah daya tarik minuman yang
mengandung kofein. Kemudian ternyata belum ada senyawa sintetik yang mempunyai
keunggulan terapi seperti senyawa alam. Ketiganya merupakan derivat xantin yang
mengandung gugus metil. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai
struktur mirip dengan asam urat. Kofein ialah 1,3,7-trimetilxantin; teofilin
ialah 1,3-dimetilxantin dan teobromin ialah 3,7-dimetilxantin (1).
Teofilin, kofein dan
teobromin mempunyai efek farmakologi yang sama yang bermanfaat secara klinis.
Obat-obat ini menyebabkan relaksasi otot polos, terutama otot polos bronkus,
merangsang SSP, otot jantung, dan meningkatkan dieresis, teobromin tidak
bermanfaat secara klinis karena efek farmakologinya rendah (2).
Xantin merangsang SSP,
menimbulkan dieresis, merangsang otot jantung, dan merelaksasi otot polos
terutama bronkus (2).
Xantin merupakan alkaloid
yang bersifat basa lemah, biasanya diberikan dalam bentuk garam rangkap. Untuk
pemberian oral dapat diberikan dalam bentuk basa bebas atau bentuk garam,
sedangkan untuk pemberian parenteral perlu sediaan dalam bentuk garam (2).
Kofein, disebut juga tein,
merupakan Kristal putih yang larut dalam air dengan perbandingan 1:46. Teofilin
berbentuk Kristal putih, pahit dan sedikit larut dalam air (3).
Senyawa xantin merupakan
basa lemah dengan pKb antara 13 sampai 14. Teofilin dan teobromin merupakan
asam lemah dengan pKa 8,6 dan 9,9. Kofein tidak bersifat asam karena tidak
mempunyai atom hidrogen yang dapat dilepaskan sehingga kofein merupakan basa
yang sangat lemah dan garamnya mudah terurai oleh air, karenanya kofein dapat
disari dari larutan asam atau basa (lebih mudah dari larutan basa) dengan
kloroform. Tetapi kofein mudah terurai oleh basa kuat, sehingga larutan dalam
basa harus segera disari (3).
Analisis kimia farmasi
kuantitatif dapat didefinisikan sebagai aplikasi prosedur kimia analisis
kuantitatif terhadap bahan-bahan yang dipakai dalam bidang farmasi terutama
dalam menentukan kadar dan mutu dari obat-obatan dan senyawa-senyawa kimia yang
tercantum dalam Farmakope-Farmakope serta buku-buku resmi lainnya seperti
formularium-formularium (4).
Teobromin dan teofilin
dengan perak nitrat membentuk endapan dalam suasana basa. Sementara itu, kofein
tidak bereaksi dengan perak karena tidak mempunyai atom hidrogen yang dapat
dilepas (5).
Titrasi
pengendapan didasarkan atas terjadinya penendapan kuantitatif, yang dilakukan
dengan penambahan larutan pengukur yang diketahui kadarnya pada larutan senyawa
yang hendak ditentukan, titik akhir titrasi tercapai bila semua bagian titran
sudah membentuk endapan (6).
Pada percobaan ini dilakukan
analisis kuantitatif salah satu senyawa turunan xanthin yakni theobromin dengan
menggunakan metode argentometri. Awalnya sampel theobromin yang ingin dipakai
harusnya dari suatu sediaan farmasi misalnya tablet yang mengandung senyawa
theobromin, namun karena ketidak patuhan praktikan sehingga digunakan
theobromin murni saja dan perhitungan kadarnya pun sederhana.
Telah diketahui bahwa
analisa ini cukup penting diketahui mengingat senyawa turunan xanthin memiliki
efek farmakologi yang bermanfaat secara klinis dimana dapat menyebabkan
relaksasi otot polos, khususnya otot polos bronkus, merangsang sistem saraf
pusat, otot jantung dan meningkatkan dieresis, meskipun dari ketiga turunan
xanthin lainnya seperti theofilin dan kofein, theobrominlah yang memiliki efek
farmakologi yang rendah dibandingkan keduanya.
Theobromin dianalisis dengan
metode argentometri yang merupakan salah satu metode titrasi pengendapan dimana
titrasi ini merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam
yang tidak mudah larut antara titran dan analit serta hal dasar yang diperlukan
dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat
setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang
mengganggu titrasi dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Prinsip percobaan ini yaitu
theobromin membentuk endapan dengan larutan perak nitrat dalam suasana basa
dengan melepaskan gugus H.
Hal pertama yang
dilakukan dalam percobaan ini adalah menimbang sampel theobromin murni sebanyak
100 mg, kemudian dilarutkan dalam aquadest sebanyak 50 ml dan ditambahkan fenol
merah 0,1% sebanyak 1 ml dan H2SO4 0,8161 N sebanyak 4
ml. Fenol merah digunakan sebagai indikator dan menunjukkan perubahan warna
menjadi merah, kemudian ditambahkan H2SO4 sebagai
pereaksi. Selanjutnya, larutan tersebut dididihkan selama 15 menit, supaya
theobromin benar-benar melarut sempurna dan didinginkan kembali hingga suhu 400C.
Setelah itu, ditambahkan NaOH 1 N hingga berwarna merah kebiruan tetapi dalam
percobaan hingga 5 ml NaOH ditambahkan tidak ada perubahan yakni tetap berwarna
merah. Kemudian, ditambahkan H2SO4 0,8161 N tetes demi
tetes hingga 7 ml juga tidak ada perubahan, padahal diharapkan dari warna merah
kebiruan menjadi kuning. Setelah itu, ditambahkan larutan AgNO3 0,1
N sebanyak 5 ml dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai merah kebiruan, tetapi
tetap tidak berubah warna.
Jadi, dari data pengamatan
didapatkan bahwa terjadi kesalahan, dimana seharusnya titik akhir titrasi
dicapai dengan terjadinya perubahan warna dari kuning menjadi merah kebiruan.
Hal ini bias disebabkan karena kesalahan-kesalahan didalam praktikum misalnya
bahan yang digunakan sudah tidak bagus, konsentrasi bahan yang digunakan tidak
cocok untuk memperoleh titik akhir, ketidaktelitian praktikan dan lain
sebagainya.Volume titrasi yang didapatkan yaitu 17 ml dan setelah dihitung
kadar theobromin yang diperoleh dari metode argentometri ini adalah sebanyak
216,24 gram.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan
Metode Mohr dan Titrasi sampel termasuk dalam Metode Fajans karena sampel
mengandung ion I-.Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan
standar AgNO3.Ada 3 metode argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Vajans.
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator
dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3).Dengan mengukur
volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat
diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi W, (1993), Ilmu Kimia
Analitik Dasar, PT Gramedia, Jakarta.
Khopkar, (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia,
Jakarta. Day RA.
Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta :
Erlangga
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI
Press
A. L. Underwood.
1989. Analisa Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif: Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif: Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar